ut

Minggu, 22 Maret 2015

EVIDENCE BASED PRACTICE PERAWATAN PERINEUM




EVIDENCE BASED PRACTICE 
 PERAWATAN PERINEUM (CARE OF PERINEUM)

     Perawatan perineum salah-satunya adalah pencegahan  robekan pada daerah perineum dan infeksi. Perawatan perineum sangat penting untuk membuat pasien nyaman. Sekitar 85 % wanita yang melahirkan pervaginan mengalami trauma perineum. Robekan derajat tiga memerlukan jahitan pada wanita di USA dan UK, dengan robekan pada spinter anus sekitar 0,5 – 7 % pada wanita. Trauma perineum mengakibatkan masalah fisik dan psikologis dalam jangka waktu yang lama.1
     Dalam praktik kebidanan, perawatan perineum selama dan pada saat persalinan memiliki beberapa perubahan selama 20 tahun. Praktik- praktik rutin sebelumnya sekarang dilakulan penelitian dan ditetapkan praktik- praktik terbaik yang mempertimbangkan pada wanita2. Trauma pada alat genital dapat menyebabkan masalah- masalah dalam jangka waktu yang pendek dan dalam waktu yang lama. Angka kesakitan pada saat postpartum dihubungkan dengan adanya trauma pada genital. Masalah jangka pendek (segera setelah persalinan) menyebabkan banyak kehilangan darah, membutuhkan penjahitan dan nyeri.
     Nyeri mengganggu kebanyakan wanita. Pada saat 8 minggu setelah persalinan, 22 % ibu baru dilaporkan memiliki nyeri perineum dan beberapa wanita mengalami nyeri yang menetap selama 1 tahun atau dalam jangka waktu yang lama. Laserasi genital  selama persalinan membuat otot dasar panggul menjadi lemah.Termasuk adanya masalah pada, BAB,BAK dan fungsi seksual setelah persalinan.Ditemukan pencegahan terhadap trauma yg menguntungkan. Ini juga  mengurangi penggunaan obat selama perawatan perineum postpartum, penjahitan, pengobatan dan kunjungan ke fasilitas kesehatan. 3
     Bidan menggunakan variasi tehnik tangan pada persalinan kala dua, dimana praktiknya di dalam dan di luar rumah sakit, dan percaya cara ini dapat mengurangi trauma alat genital selama persalinan pervaginam. Pilihan dalam manuver tangan adalah keputusan klinik pada setiap persalinan, dan  dari data pasien, anjuran klinik, dan kebijakan institusional. 3
A.    EPISIOTOMI DAN LEGALITASNYA
     "Melahirkan normal adalah seorang tanpa induksi, tanpa penggunaan instrumen, tidak melalui operasi caesar dan tanpa anastesi umum,  tulang belakang atau anestesi epidural sebelum atau selama persalinan. Dikecualikan adalah setiap prosedur lain tidak berhubungan dengan sebuah persalinan tanpa bantuan kecuali memperbaiki robekan.
*Mulai persalinan tanpa induksi.
* Tidak ada anestesi (umum, spinal atau epidural),
* Bukan persalinan caesar (direncanakan atau darurat)
* Bukan  persalinan instrumental (forceps atau ventouse / vakum),
* Tidak dengan episiotomi. 4
Berdasarkan bukti dan praktik berbasis penelitian, sehingga di Inggris pada 1970-an  episiotomi hampir menjadi praktek wajib dalam kelahiran di rumah sakit, terutama bagi perempuan nulipara. Bidan selalu punya beberapa syarat tentang penggunaannya dalam kelahiran normal, tetapi budaya yang berlaku pada waktu itu untuk mematuhi panduan obstetri. 4  Carroli dan (2006) belizan's review Cochrane menyimpulkan bahwa tingkat hasil dalam waktu yang terbatas mengurangi trauma perineum posterior dan mengurangi penjahitan, menunjukkan bahwa praktisi hanya menambah trauma perineal dengan melakukan episiotomies. kepercayaan tradisional bahwa itu akan melindungi terhadap anal sphincter tidak terbukti, dengan penelitian baru menunjukkan bahwa episiotomi menyebabkan robekan  derajat ketiga dan keempat (al Dipiazzaet 2006, Williams 2003, Richter et al.. 2002). 4
    Episiotomi adalah pembedahan pada orifisium vagina dan insisi pada perineum pada saat akhir kala 2 pada persalinan. Prosedur ini dilakukan dengan gunting dan diperbaiki dengan jahitan.5   Indikasi untuk episiotomi adalah persalinan dengan forsep dan vacuum, prematur, sungsang, diprediksi macrosomia dan diprediksi akan robek. Pembatasan episiotomi menunjukkan rendahnya rendahnya angka kesakitan dari trauma perineum posterior, kebutuhan trauma karena jahitan dan penyembuhan selama 7 hari. 5
     Indikasi episiotomi  yaitu indikasi mutlak dan indikasi relatif. Indikasi mutlaknya yaitu memudahkan persalinan pada gawat janin. Sedangkan  indikasi relatifnya yaitu: perineum kaku dapat menyebabkan kala2 lama, pencegahan trauma perineum dihubungkan dengna riwayat pembedahan dasar panggul atau fistula pada kasus perineum pendek, mengurangi kejadian pada ibu seperti penyakit jantung, epilepsi atau hipertensi, memfasilitasi persalinan yang aman seperti distosia bahu memberikan ruangan untuk manuver membantu persalinan. Persalinan pervaginam dengan tindakan berdasarkan keputusan klinik.6
      Episiotomi rutin mengakibatkan laserasi dari anterior atau labia serta membutuhkan jahitan. Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa kelompok tanpa episiotomi 33 % tidak mengalami laserasi pada perineum poterior dibandingkan dengan episiotomi yang hanya 24,3 %. 7 alasan dilakukan episiotomi bervariasi termasuk untuk mencegah beberapa robekan perineum untuk pemeliharaan dasar panggul dan perineum serta untuk meningkatkan diameter luas vagina untuk memfasilitasi persalinan dan memudahkan perjahitan serta proses penyembuhan. Berkaitan dengan episiotomi dapat memperluas insisi, tidak nyaman pada peyembuhan anatomis, lebih nyeri, edema dan komplikasi lainnya seperti perdarahan, hematoma, infeksi dan abses.8
      Episiotomi meningkatkan kehilangan darah dan pemeliharaan Perdarahan postpartum. Ini dihubungkan dengan meningkatnya laserasi derajat tiga dan yang menyebabkan nyeri dibandingkan robekan spontan. Tidak ada bukti yang ditemukan bahwa episiotomi penjahitannya lebih mudah dibandingkan robekan spontan tetapi membutuhkan waktu untuk menjahit, material serta meningkatkan biaya. Beberapa studi menunjukkan kerusakan sphinter. Pengurangan episiotomi pada tindakan pervaginam menurunkan robekan derajat 4 walaupun tetap ada kemungkinan mengalami derajat 3. Episiotomi pada ekstraksi vakum dihubungkan dengan meningkatnya resiko cephalhematoma9. Episiotomi dihubungkan dengan robekan sphincter ani pada persalinan dengan forsep dan vakum.10  Berdasarkan bukti ilmiah didapatkan bahwa forsep dapat mengakibatkan trauma perineum yang lebih tinggi dibandingkan forsep. 10
     Tidak ada perbedaan untuk trauma perineum dan vagina, inkontinensia urin, inkontinensia fecal dan beberapa ukuran nyeri. 11 3 bulan sesudah postpartum ,wanita yang di episiotomi mengalami pengurangan kekuatan otot dasar panggul dibandingkan pada wanita dengan robekan spontan. Tidak ada bukti yang mendukung bahwa episiotomi dapat mencegah kerusakan otot dasar panggul. Tidak ada keuntungan dari episiotomi untuk fungsi otot dasar panggul selama beberapa bulan atau tahunan dari persalinan. Wanita dengan episiotomi dilaporkan mengalami nyeri selama hubungan seksual 3 bulan setelah postpartum.7
     Suatu penelitian mengalokasikan bahwa wanita yang pada saat persalinan pertamanya di episiotomi medialis (insisi 2 cm- 3 cm pada  tengah perineum) atau episiotomi mediolateral (membuat dari medialis dan ke arah kanan dari spicter ani 3- 4 cm) . Pada episiotomi medialis dapat mengakibatkan episiotomi meluas sampai ke Sphincter ani. Tidak ada perbedaan pada rasa nyeri. Pada wanita dengan episiotomi medialis dapat memulai hubungan seksual lebih awal dan secara kosmetik penampilannya lebih baik dibandingkan mediolateral. Tidak ada perbedaan pada nyeri atau kenyamanan dari hubungan seksual. 7 Robekan medialis lebih luas dibandingkan mediolateral. Medialis dan mediolateralis tidak ada perbedaan kehilangan darah , hematoma, infeksi, nyeri dan dispareuni. Faktor risiko yang menyebabkan robekan yang luas pada episiotomi medialis, primi, tinggi badan ibu < 145 cm, TBJ > 3500 gr dan ekstraksi forsep. 12
      Staf medis harus menekankan pentingnya perawatan diri dan kebersihan pribadi. Nyeri dari episiotomi adalah unsur penting untuk mengobati, dan itu adalah paling efektif dilakukan secara medis. Perawatan harus disesuaikan dengan setiap pasien tergantung pada toleransi dan apakah dia sedang menyusui atau tidak4. Analgesik untuk manajemen potpartum untuk nyeri perineum antara ibuprofen dan asetaminofen tidak ada perbedaan . Tapi Ibuproven  biayanya lebih murah. 13
     Episiotomi sebaiknya dihindari jika memungkinkan, Tetapi, jika digunakan, harus tahu tehnik episiotomi yang paling baik untuk digunakan (mediolateral atau medialis). 10  Sebuah dukungan kehamilan yang diberikan dalam jangka waktu yang lama kepada seorang wanita oleh petugas kesehatan  dapat mengurangi penggunaan episiotomie tetapi tidak beralih untuk memperbaiki perineum. 4.

HANDS-ON ATAU HANDS- POISED
      Metode Hands- On  pertama kali diperkenalkan oleh Ritgen pada tahun1855 biasanya menekan kepala bayi pada saat Crowning, dan menahan dengan tangan lainnya di perineum, dengan tujuan untuk melindungi dari laserasi. Sedangkan metode “hands Poissed, kepala janin dan perineum tidak disentuh atau ditahan pada saat persalinan. Dua metode tersebut ada hubungan  dengan insidens pada robekan vagina dan perineum, tetapi dengan metode hands-on dihubungkan dengan tingginya insidens episiotomi. Kebijakan penggunaan “hands poissed’ juga didukung oleh kuasi randomized study, dilaporkan sedikit robekan derajat tiga dibandingkan dengan Hands on.10
     Metode Hands- on yaitu tangan kiri diletakkan di kepala bayi dan tangan kanan diletakkan di perineum. Sedangkan Hands-Poised  adalah dimana bidan membimbing pasien dalam persalinan tanpa menyentuh perineum, bersiap untuk memberikan tekanan ringan pada kepala bayi mencegah kepala tidak terlalu cepat ekspulsi.14
        Ada anggapan  bahwa penelitian dan penyelidikan fisiologis menggunakan  beberapa praktik yang rutin digunakan  dengan menunjukkan bahwa non - intervensi adalah baik atau lebih unggul dari manipulasi fisik. Menurut  Myrfield et al "s (1997) dalam penelitiannya sepuluh tahun lalu mendapatkan  bukti untuk menggambarkan fakta ini. Dengan mengkombinasikan prinsip-prinsip matematika sederhana antara  anatomi dan fisiologi, menunjukkan bahwa dengan menerapkan tekanan konstan fleksi kepala , fisiologi yang mendasari kelahiran ekstensi dikompromikan. Kepercayaan yang  mendasari praktek ini adalah bahwa diameter  yang lebih kecil untuk hasil  yang akan dicapai, sehingga berpotensi mengurangi trauma perineum. Myrfield dan rekan menjelaskan sangat jelas bahwa turunnya kepala terjadi sebagai kurva perubahan adanya  gaya gravitasi , mengoptimalkan diameter menyebabkan  meluas nya jalan lahir pada turunnya kepala. Pada  RCT Tidak diperlukan untuk menggambarkan mekanisme  ini, meskipun jarang melihat bukti yang disebutkan dalam diskusi dengan Hands-On atau Hands- Poised tangan atau tanpa tangan dalam persalinan. 4
     Albers et al "s (2005) RCT, perempuan berisiko rendah dikonfirmasi hasil hoop triial, meskipun hal itu menunjukkan bahwa posisi melahirkan  dan melahirkan kepala antara kontraksi dengan Hands- On  dan kelompok Hands- Poised adalah pelindung bagi perineum. Akhirnya, de Souza dan Riesco (2006) melakukan uji coba mereka di brazil dan hasilnya  konsisten dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Dari semua penelitian ini, tampak bahwa teknik untuk membantu kelahiran tidak berdampak signifikan hasil perineum,  tetapi mereka mungkin ingin mempertimbangkan dimensi psikososial praktik mereka serta berdampak pada pemberdayaan perempuan 4
     Berdasarkan penelitan (mayerhofer, 2002) didapatkan bahwa wanita yang bersalin dengan “Hands- On  mengalami robekan derajat tiga lebih banyak dibandingkan dengan “Hands-poised” Tidak ada perbedaan pada hasil luaran janin. 15. Hands –Poised mengurangi episiotomi dibandingkan hands- on . Tidak ada perbedaan antara metode tersebut dari risiko trauma perineum yang membutuhkan jahitan atau robekan derajat 3 dan 4. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara trauma perineum derajat 1 dan 2. 15 Hands-on dilaporkan mengalami nyeri perineum pada 10 hari postpartum dibandingkan dengan hands- poised. 16

MENJAHIT ATAU TIDAK MENJAHIT

     Wanita dengan jahitan perineum derajat dua lebih banyak menggunakan analgesik selama postpartum dibandingkan dengan wanita yang robekannya tidak dijahit walaupun nilai nyeri tidak berbeda antara kelompok yang dijahit dan tidak dijahit. Tidak ada perbedaan antara dijahit atau tidak dijahit pada saat postpartum, aktivitas seksual atau fungsinya, anal atau inkontinensia urin, kekuatan otot panggul, perineal body atau ukuran hiatus genital. 17
     Bukti menunjukkan bahwa perbaikan pada perineum derajat dua menyebabkan trauma. Studi menunjukkan pengurangan nyeri setelah perbaikan  pada kulit yang tidak dijahit.dan dengan penggunaan jahitan jelujur subcutan lebih baik  dari penjahitan kulit transkutan. Wanita yang tidak dijahit perineumnya merasakan lebih sedikit perbedaannya seperti sebelum melahirkan dibandingkan dengan yang dijahit.     Dua studi dimana membandingkan outcome perineum  pada wanita primipara yang dijahit dan yang tidak dijahit pada laserasi derajat dua. Sebuah penelitian RCT  menunjukkan bahwa  tidak ada perbedaan penyembuhan luka perineum dan nyeri pada laserasi derajat satu dan dua tetapi kebanyakan wanita yang dijahit  lukanya  memiliki efek negatif  pada saat menyusui. Pada study terbaru kami juga menemukan tidak ada efek pada fungsi otot panggul pada laserasi yang tidak dijahit. 17
     Trauma perineum derajat dua terjadi 20 % pada persalinan tanpa episiotomi. Kami menemukan tidak ada keuntungan untuk penjahitan pada laserasi derajat dua pada fungsi otot panggul pada jangka pendek.  Jika perbaikan laserasi ini tidak memiliki keuntungan ,  jahitan  sebaiknya dihindari karena dapat meningkatkan nyeri postpartum pada jahitan luka.  Penelitian kohort dengan waktu follow up yang lama dan RCT membandingkan luka perineum yang dijahit dan yang tidak dijahit pada laserasi perineum derajat dua dengan ditandai dengan hasil luarannyaoutcomes fungsionalnya. 17
        Pada tahun 2003, fleeming et al `s penelitian di Inggris adalah   yang diperiksa tidak dilakukan penjahitan robekan perineum derajat dua dan  yang dilakukan penjahitan. Hasil yang ditemukan bahwa tidak ada perbedaan sakit antara kedua kelompok tetapi bahwa kelompokyang dijahit penyembuhan luka tidak kurang dari  enam minggu.  Baru-baru ini  , langley et al. (2006)  melakukan percobaan lain di Inggris, memeriksa robekakan  perineum  derajat dua dengan perdarahan yang kurang dan di mana tepi kulit tetap berada pada posisinya.
     Berbeda dengan Fleming et al `s study  tindak lanjut dilakukan sampai dengan satu tahun. meskipun penyembuhan pada kelompok tidak dengan perbaikan lebih lambat awalnya, pada enam minggu itu setara dengan kelompok dijahit. wanita yang robekan perinium diperbaiki diperlukan analgesia lebih pada periode setelah kelahiran awal. secara signifikan, tidak ada perbedaan antara pemberian dua kelompok pada satu tahun sehubungan dengan gangguan pada saluran kencing dan dimulainya kembali aktivitas seksual. penelitian ini memberikan kontribusi untuk mendukung bukti kecil robekan perineum  derajat dua yang tidak dilakukan perbaikan. Robekan derajat dua yang tidak dijahit kesakitanya kurang dari  tiga bulan setelah melahirkan serta diapareuni berkurang setelah 3 bulan. Lapisan otot tidak dianjurkan untuk tidak dijahit karena penyembuhan lukanya lebih lama sampai enam minggu postpartum. 18
    Pada beberapa unit bersalin biasanya salah menentukan robekan perineum derajat tiga karena pada praktiknya  bidan tidak selalu memeriksa secara keseluruhan  dari sphincter anal saat terjadi  robekan perineum derajat dua. Jika robekan perineum ditinggalkan  harus  dilakukan pemeriksaan yang adekuat oleh petugas kesehatan ketika akan meninggalkan robekan. Kondisi pada saat pemeriksaan termasuk pencahayaan, posisi dan visualisasi trauma, yang mana dapat dilakukan pada tempat non institusional tanpa fasilitas untuk posisi lithotomy. Pemeriksaan rektal untuk  mengetahui integritas spincter merupakan pemeriksaan rutin  dan sensitif oleh karena itu  dibutuhkan persetujuan dari ibu.
     Lundquist et al (2000) yang bekerja di Swedia pada penelitian RCT meninggalkan robekan derajat dua. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak dilakukannya penjahitan berefek positif pada menyusui.Tidak ada efek buruk dibandingkan dengan menjahit dan banyak lagi keluhan dari wanita dijahit mengenai ketidaknyamanan dari jahitan.
     Pada awalnya, penelitian terbaik (Gordon 1998) membandingkan bahwa perbaikan tiga lapisan (dinding vagina, otot perineum, dan kulit perineum) dengan perbaikan dua lapis (dinding vagina, otot perineum) dan menemukan perbaikan dua lapis hasilnya nyerinya lebih sedikit, dispareunia dan lepasnya jahitan,  dibandingkan perbaikan tiga lapis. 4  Penjahitan dua lapis berhubungan dengan pengurangan nyeri, kebutuhan analgesik, penyembuhan luka, kesakitan saat berhubungan seksual menurun dan biaya untuk penjahitan dan kemungkinan dijahit ulang. Keuntungan jahitan dua lapis. 19
    Ketel, seorang bidan, bertanggung jawab untuk dua ulasan Cochrane pada jenis bahan jahitan (ketel dan Johanson 2006a) dan metode perbaikan (ketel dan Johansson 2006b). kedua tinjauan praktek seharusnya menjadi panduan di daerah ini. Mereka menganjurkan penggunaan jahitan asam polyglycolic, l contohnya vicryl  atau Dexon, karena hasilnya mengurangi rasa sakit mengurangi tingkat perbaikan dan dimulainya kembali  hubungan seksual, meskipun ada pernyembuhan yang lambat dari jahitan daripada kelompok cut gut. dua penelitian yang telah lalu  untuk membandingkan vicryl dengan Rapide vicryl dimana lebih cepat sembuh. Hal ini menunjukkan bahwa hasil terakhir dalam keterlambatan dalam penyembuhan dari jahitan (Gemynthe ang Longhoff-R0ss 1996, Kettle et al.2002). 4
     Penggunaan benang jahit  sintetik yang dapat diserap, seperti poiyglactin untuk perbaikan  robekan perineum hasilnya dapat mengurangi nyeri dibandingkan chromic tetapi perlu dihapuskan karena sudah dipakai sejak lama. Polyglactin 910 benang yang memiliki penyerapan yang optimal karena pengangkatan jahitan jarang dilakukan.  Kami menstandarkan perbaikan laserasi perineum untuk menggunakan benang polyglactin 910 (Vicryl) 2-0 atau 3-0, yang membantu mengurangi rasa nyeri yang disebabkan oleh perbedaan benang jahit.17 Penjahitan dengan vicryl mudah diserap dan menurunkan penggunaan analgesi serta menurunkan dispareuni selama 12 bulan dibandingkan dengan cutgut. 18. Pada jangka panjang tidak ada perbedaan antara Vicryl dan Chromic Catgut. Benang yang penyerapannya yang cepat menunjukkan kecepatan penyerapan di kulit sehingga angka lepasnya rendah selama periode postpartum selain itu menurunkan jumlah dispareuni pada postpartum. 19 Vicryl Rapid, nyeri dan angka kesakitan berkurang pada saat postpartum, penyembuhan luka, kebiasaan BAK dan BAB, baik dibandingkan dengan  fungsi seksual lebih baik dibandingkan dengan Vicryl. 20
     Sebuah tambahan yang menarik untuk studi-studi penelitian beberapa  telah memeriksa penggunaan perekat jaringan untuk penutupan kulit perinium (Bowen dan Selinger 2002, Rogerson et al.2000). Ini menunjukkan beberapa keuntungan atas penjahitan tapi belum ada  studi tentang penggunaan untuk lapisan otot, sebagai bukti yang mendukung tidak dilakukannya perbaikan menjadi kurang relevan. Akhirnya, hasil perbaikan dengan metode subkutikuler mengurangi kesakitan sampai sepuluh hari postnatal dan sedikit perlu untuk menghilangkan jahitan (ketel dan 2006b Johanson). 17   Subkutikuler  memberikan keuntungan jangka panjang tapi tidak didukung data. 19
     Penggunaan penjahitan jelujur dapat mengurangi nyeri dan penggunaan analgesik, dispareuni, tapi jelujur jika lepas maka, lepas semua jahitannya. Tapi, ktidak ada perbedaan yang signifikan untuk kebutuhan penjahitan ulang pada luka atau nyeri jangka panjang, Jelujur digunakan untuk semua lapisan. 21 Pada jahitan jelujur angka kesakitan perineumnya rendah dan pasien merasa nyaman. 19 Penjahitan jelujur  subkutikuler memberikan banyak keuntungan pada periode postpartum, penelitian selanjutnya membutuhkan evaluasi efek jangka panjang dan perbedaan metode perbaikan .2 Teknik penjahitan jelujur dibandingkan dengan metode jahitan satu- satu lebih efektif dalam mengurangi rasa sakit dan kesakitan pasca melahirkan, namun mereka tidak banyak digunakan oleh dokter meskipun rekomendasi dari bukti berdasarkan pedoman klinis nasional12.


SIMPULAN
Perawatan perineum  pada saat ini memiliki intervensi yang baru dimana berdasarkan hasil penelitian terkini secara khusus menegaskan tidak perlu praktik episiotomi secara rutin dalam persalinan pervaginam kecuali ada indikasi. Hal ini disebabkan adanya adaptasi dari anatomi dan fisiologis yang luar biasa pada saat persalinan. Adaptasi ini jarang sekali membutuhkan intervensi begitu juga pemilihan tehnik tangan Hands- On atau Hands Poised . Petugas hanya menginfomasikan ibu yang memilih sendiri. Pada luka derajat dua tidan ada perbedaan antara yang dijahit dengan yang tidak dijahit haya perbedaan dalam penggunaan analgesik. Penentuan derajat robekan harus dari hasil pemeriksaan yang adekuat dan tepat dijahit atau tidak dijahit keputusan diserahkan kepada wanita. Orientasi persalinan ini menegaskan bahwa pentingnya peran perempuan dalam persalinan. Petugas kesehatan hanya mendampingi dan memfasilitasi persalinan.

REKOMENDASI PRAKTIK
1.     Episiotomi harus dibatasi praktiknya, hanya jika ada indikasi.
2.     Teknik ‘Hands- On “  atau Hands-poised seharusnya pelaksanaanya ditentukan sendiri oleh wanita tersebut dan aplikasinya seharusnya tidak melemahkan kemampuan wanita tersebut untuk melahirkan bayinya.
3.     Vaccuum bisa menggantikan forsep sebagai metode pilihan untuk membantu proses persalinan.
4.     Latihan otot dasar panggul seharusnya dilaksanakan pada saat antenatal dan postnatal.
5.     Meninggalkan jahitan robekan derajat dua bisa menjadi  pilihan pada wanita.
6.     Tehnik penjahitan subkutikuler harus digunakan oleh bidan pada saat melakukan penjahitan perineum.
7.     Gunakan Vicryl untuk melakukan penjahitan perineum.
8.     Jelly dan obat anti inflamasi steroid adalah pengobatan pilihan bagi trauma perineum dan nyeri perineum.


.





















DAFTAR PUSTAKA


  1. Kettle C dan Tohill S. Perineal Care, clinical evidence BMJ. 2008; 09 : 1401
  2. Calvert S, Fleming V. Minimazing postpartum pain: a review of research pertaining to perineal care in childbearing women. Journal of advanced nursing. 2000; 32 (2). 407-415.
  3. Leah L, Albers, Kay D, Edward J, Teaf D anf Peralta P. Midwifery care measures in the second stage of labour and reduction of genital tract trauma at birth: A  randomized trial : J Midwifery womens health 2005; 50 (5): 365-372.
  4. Walsh D. Evidence based care for normal labour and birth guide for midwives. London and New York. Routledge. 2009.
  5. Caroli G, Belizan Jan M, Palmieri R,  Viswanath. Episiotomy for vaginal birth (review) 2007: 1-56.
  6. Woman and newborn health service. Intrapartum care. Second stage of labour. 2008: 1-3
  7. Hartman K, Viswanathan M, Palmieri R, Gartlehner G, Thorp J, Katleen N. Outcomes of routine episiotomy A systematic review. JAMA 2005; 293 (17): 2141-2148.
  8. Incidence of episiotomy. National perinatal information center 2009: 1-11.
  9. Jakobi P. Are You happy with the episiotomy. IMAJ 2003; 5: 581-584.
  10. Murphy DJ, Macleod M, Dahl R, Goyder K, Howarth L, Strachan B. A Randomized Controled trai of routine versus restrictive use of episiotpmy at operative vaginal delivery. Amulticenter pilot sudy. Internasional journal of obstetrics and gynaecologt 2008; 1695-1703.
  11. Berghlla V. Obstetric evidence base guidelines 2007. Informa Health Care.
  12. Prasert C, Pattamadilok J, Seekorn K, etc. The outcomes of midlines versus mediolateral episiotomy. Republic health. 2007, 4-10.
  13. Elizabeth A, Peter, Beatricia A, Jansen, Carolin S, Grange, etc. Ibuproven versus Acetaminophen with codeine for the relief of perineal pain after childbirth: a randomized controoled trial. CMAJ 2001; 165 (9): 1203-9.
  14. Handspoised method of delivery compared with hands-on method of delivery 2008.
  15. Mayerhofer K. Tradisional care of the perineum during birth. J Reprod med. 2002; 47(6): 477-82.
  16. Patterson J, Weslow M. Evidence on relevant care measure. Am fam Physician. 2008;78(#): 336- 341.
  17. Lawrence M, Leeman MD, Rebecca G, Rogers MD, Betsy G, Leah L. Do unsutured second degree perineal lacerations affect postpartum functional outcomes? Jabfm 2007, 451-457.
  18. Dale P, Winslow M. Delivery Vagina spontan. AmFam Physician 2008; 78 (3): 336-341.
  19. Viswanathan M, Hartman K, Palieri R, Lux L, swindon T, Lohr KN, etc. The use of episiotomy in obstetrical care: asystematic review agency of heath care research and quality number 112. 2005; 05:1-8.
  20. Mc Elhinney B, Glenn D, Dornan G, Harper M. Episiotomy repair: Vicryl versus vicryl rapid. Medical journal 2000, 69 : 27 -29.
  21. New Zealand jounal college of midwives 2000;21(4) 6-12.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar